Selasa, 20 Mei 2008

Candi Borobudur - Objek Wisata Jawa Tengah

CANDI BOROBUDUR - OBJEK WISATA JWA TENGAH
Borobudur


CANDI BOROBUDUR - OBJEK WISATA JWA TENGAH
EDUKATIF. Borobudur merupakan salah satu peninggalan sejarah terindah dan terbaik di dunia yang tercatat dalam Daftar Peninggalan Sejarah Dunia. Candi Borobudur adalah bangunan agama Budha terbesar di dunia dan telah diakui sebagai peninggalan sejarah terbesar yang pernah dibuat oleh manusia dan hingga kini selalu dikunjungi oleh jutaan turis domestik maupun mancanegara.

Borobudur mempunyai bentuk bangunan yang tiada ada duanya di dunia. Bentuk arsitektur tersebut terinspirasi dari filsafat micro cosmos yang akan menimbulkan berbagai pertanyaan seperti kapan, bagaimana caranya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun dan oleh siapa. Jawaban pasti akan hal tersebut masih merupakan misteri hingga saat ini karena tidak adanya satu dokumen pun yang bisa ditemukan. Berdasarkan tulisan singkat yang ada pada prasasti yang ditemukan, maka banyak ahli menyatakan bahwa Borobudur dibangun pada sekitar abad ke 8 ketika Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra memerintah kerajaannya di Jawa Tengah.

Borobudur mempunyai arti yang samar-samar, tetapi sebenarnya kata tersebut merupakan sebuah gabungan kata “Bara “ dan “Budur”. Bara berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti komplek candi atau biara, sementara Budur mengingatkan akan kata dari Bahasa Bali yang berarti di atas. Dengan demikian, Borobudur berarti biara yang terletak di atas bukit.



Borobudur adalah bangunan yang penuh dengan ornamen yang mengandung fosofi dimana ornamen-ornamen tersebut mempunyai symbol kesatuan dalam perbedaan yang dapat diikuti oleh semua orang untuk mencapai tujuan hidup yang paling mulia. Relief-relief yang terpahat pada tembok-tembok candi menceritakan akan ajaran hidup manusia yang sangat indah. Dengan kata lain, Borobudur adalah jiwa dari seni, budaya dan filsafat.

Biro wisata ke Candi Borobudur:
• Garuda-Wisata
• Haruna
• Rodetha


Hotel di sekitar Candi Borobudur:
• Manohara


Borobudur di bangun oleh Wangsa Sanjaya, raja pertama Medang. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan Sannaha, saudara perempuan Sanna. Rakai Panangkaran diyakini bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan (778) memuji Rakai Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka).

Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung. Saya tertarik dengan pendapat Slamet Mulyana di atas, timbul sebuah pertanyaan pada diri saya. Apakah suksesi yang dilakukan Rakai Panangkaran saat menggantkan Sanjaya dilakukan dengan cara damai ? Yang mana pertanyaan ini timbul saya dasarkan kepada fakta bahwa Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang berdasarakan prasasti Kalasan adalah seseorang dari Wangsa Sailendra. Kemudian hal ini mengingatkan saya kepada Kerajaan Kanjuruhan. Kerajaan Kanjuruhan yang dari prasasti Dinoyo dapat diketahui memuja Syiwa (Hindu) adalah sama halnya dengan Wangsa Sanjaya yang juga memuja Siwa. Apakah masih ada hubungan antara pendiri Kanjuruhan dengan Sanjaya ? 

Hal tersebut kemungkinan saja bisa terjadi, apabila suksesi yang dilakukan oleh Rakai Panangkaran dilakukan tidak dengan cara damai. Sudah menjadi adat raja-raja jaman dahulu, penerus tahta adalah putra mahkota dari raja yang berkuasa. Saya coba berandai-andai, katakanlah benar pewaris sah Wangsa Sanjaya dikudeta oleh Rakai Panangkaran, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi kepada keturunan Sanjaya ini. Yang pertama adalah tunduk dan mengakui kekuasaan penguasa, yang kedua lebih baik mati daripada harus tunduk atau memilih mengasingkan diri.

Seandainya, keturunan Sanjaya ini memilih untuk mengasingkan diri, mencari tempat bermukim yang lain dan tentu saja aman, kemungkinan dia juga akan membawa serta pengikut-pengikut setianya atau katakanlah sekelompok orang yang mempunyai pandangan yang sama. Di tempat baru tersebut tentunya dia akan mendirikan komunitas (kerajaan) baru dengan ciri khas yang dia bawa. Dan saya rasa kemungkinan itulah yang terjadi pada pendirian kerajaan Kanjuruhan di Malang oleh para keluarga Dinasti Sanjaya yang tidak bisa menerima kekuasaan Dinasti Sailendra (760M)

Ary Anshorie | EDUKATIF