Kamis, 23 Desember 2010

Istighosah pun Digelar untuk Timnas


MORAL - Para anggota timnas berdoa bersama Yusuf Mansur dan KH Muhammad Nur Iskandar SQ di Jakarta, tadi malam (23/12). Foto: Muhammad Amjad/Jawa Pos.
JAKARTA - Berbagai cara ditempuh oleh tim nasional sepak bola Indonesia agar menuai hasil maksimal pada partai final Piala AFF 2010 pada 26 dan 29 Desember mendatang. Selain mempersiapkan diri secara teknis dengan berlatih, mereka juga berdoa dengan melakukan istighosah bersama, di Pondok Pesantren (Ponpes) Asshidiqiyah, Jakarta, kemarin (23/12).

"Tadi malam (Rabu malam 22 Desember, Red), kami dihubungi pengurus (pesantren) dan diminta untuk datang ke pesantren ini untuk didoakan. Kebetulan kami (tim) diliburkan hari ini, jadi kami manfaatkan," kata Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.

Menurut Nurdin, hal itu cukup baik, karena rombongan timnas mendapatkan doa dari banyak kyai dan santri yang hadir dalam istighosah tersebut. Dia berharap dengan doa tersebut, timnas diberi keselamatan dan kemenangan di Malaysia.

Kehadiran para penggawa timnas di ponpes asuhan KH Noer Iskandar SQ tersebut, disambut dengan suka cita oleh para santri. Saat datang, para pemain langsung diarahkan melakukan istighosah yang dilakukan di area ponpes.

Nah, suasana yang ditunjukkan santriwan dan santriwati saat melakukan istighosah, terasa berbeda seusai istighosah. Kekhusyukan yang ditampakkan di istighosah langsung berubah dengan keriuhan.

Pasalnya, saat rombongan berjalan menuju rumah pengasuh ponpes, santriwan dan santriwati rela berdesak-desakan untuk melihat para pemain dari dekat. Tak sedikit dari mereka yang histeris dan berteriak, khususnya saat Irfan Bachdim lewat. Bahkan, beberapa dari mereka juga berusaha untuk menyentuhnya.

Bukan hanya santri, saat warga mengetahui ada penggawa timnas di pondok tersebut, mereka juga turut menyerbu dan berlomba dengan para santri untuk mendekat ke pemain. Alhasil, petugas keamanan yang menjaga tak mampu untuk menahan desakan para fans, sehingga pemain akhirnya dengan leluasanya disentuh dan dipeluk.

Kontan saja, halaman pondok yang tak terlalu luas tersebut semakin penuh sesak dengan lautan manusia. Maklum, santri pondok tersebut jumlahnya mencapai lima ribuan santri.

Rombongan timnas sendiri baru bisa tenang setelah berada di dalam rumah Noer Iskandar. Mereka langsung melanjutkan kegiatan dengan sholat Magrib berjamaah, dengan diimami langsung oleh pengasuh ponpes. Tapi, tidak semua angota rombongan turut sholat. Pasalnya, beberapa dari mereka dipastikan ada yang non-muslim. Sayang, saat itu wartawan tidak dizinkan untuk masuk ke dalam.

Ironisnya, saat para pemain mulai melakukan sholat berjamaah, para santri tetap saja banyak yang berkerumun dan berusaha melihat para pemain melalui sela-sela jendela yang tertutup kelambu. Tak sedikit pula dari mereka yang akhirnya tidak mengikuti sholat berjamaah di masjid pondok, demi mendapatkan kesempatan melihat pemain dari dekat.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang santri, Khoirul, dia mengaku sengaja tidak berjamaah terlebih dahulu agar bisa lebih leluasa melihat para pemain. "Saya menunggu teman-teman ke masjid dulu. Kan tidak terlalu ramai kalau sedang jamaah. Tapi, ya sama saja. Ternyata juga banyak orang dari luar menonton," ujar dia, sebelum akhirnya ditertibkan oleh pengurus pondok yang memerintahkan para santri untuk segera sholat.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan makan malam dan doa bersama. Doa pun dipimpin langsung oleh Noer Iskandar. Rangkaian acara di Ponpes Asshidiqiyah tersebut akhirnya ditutup dengan penyerahan sumbangan dari para pemain, untuk anak-anak yatim yang berada di pondok tersebut. Hanya saja, berapa besar sumbangan itu, tidak disebutkan secara rinci.

Noer Iskandar sendiri berharap, dengan istighosah yang diadakan tersebut, akan mampu membuat moral pemain kian meningkat. Dia juga menghimbau agar masyarakat tidak terus mencibir prestasi yang telah diraih. "Mari kita dukung. Jangan lagi keluar omongan yang menilai jelek dan mengkritik tim nasional. Kita harus doakan bersama," tandasnya.

Menariknya, saat beranjak pulang, ada beberapa pemain yang mulai kebingungan mencari sepatu masing-masing. Salah satunya adalah Okto. Dia akhirnya harus menerima kenyataan sepatu kets yang dipakainya hilang. Sehingga, saat kembali akan menaiki bus rombongan PSSI, dia pun harus bertelanjang kaki.

Kendati demikian, Okto mengaku tidak begitu kecewa, meskipun sepatunya tidak ketemu. "Tidak apa-apa. Saya senang, karena banyak yang mendoakan kami. Mudah-mudahan kami diberi kemenangan di pertandingan nanti," ucapnya.

Okto mengaku jika itu adalah pengalaman kali pertamanya mengikuti istighosah. Selama ini dia tidak pernah mengikuti salah satu ritual umat Islam tersebut, karena memang beragama lain. Namun, Okto tetap mengikuti rangkaian tersebut, karena sudah bisa menyesuaikan dengan keadaan, selain juga ingin tetap kompak bersama yang lain. "Tidak apa-apa. Ini kan berdoa juga untuk timnas. Tidak masalah, tidak masalah," ujarnya sambil bergegas masuk ke bus.

Sementara, asisten pelatih Wolfgang Pikal pun terlihat menikmati suasana tersebut. Dia merasa semakin tenang setelah mengikuti ritual istighosah. "Nikmat sekali. Saya gembira, pemain juga, karena ini adalah doa dari masyarakat untuk timnas biar sukses," tuturnya.

Bagi Pikal sendiri, ini bukanlah pengalaman pertamanya melakukan doa bersama banyak orang. Malah, dia merasa mengulang apa yang pernah dialaminya saat melakukan ibadah haji. "Saya pernah haji tahun 2003. Seperti haji, rasanya dengan banyak orang yang berdoa, membuat kami tenang sebelum bertanding," lanjutnya.

Tapi, tidak semua ofisial tim nasional hadir dalam acara doa untuk timnas tersebut, karena pelatih Alfred Riedl tidak tampak bersama Firman Utina dkk. Pikal mengutarakan bahwa Riedl sengaja tidak datang, karena memilih untuk menemui keluarganya yang ada di Jakarta.

Dia menolak kalau disebut bahwa ketidakhadiran Riedl adalah karena tidak sepakat pemainnya diajak keluar dari hotel untuk beristighosah. "Dia tidak ikut karena ada kesibukan bersama keluarganya. Tidak ada masalah dengan waktu istirahat. Pemain yang cedera juga tidak apa-apa, karena hanya satu jam saja keluarnya," tambah Pikal.

Terakhir, asisten pelatih yang lumayan fasih berbahasa Indonesia itu pun berharap, agar semangat anak didiknya bisa semakin berlipat, karena telah mendapatkan suntikan moral yang besar.

Sumber: www.jpnn.com